Google
 

Bersentuhan Dengan Lawan Jenis Bukan Mahram

Bismillah,

Salah satu hal yg sering menjadi pertanyaan adalah hukum bersentuhan dengan lawan jenis, terutama yg BUKAN MAHRAM (laki2 terhadap perempuan atau sebaliknya). Selain sering diajukan, hal ini seringkali menjadi perdebatan, antara yg membolehkan dengan tidak membolehkan.
Di artikel ini, saya akan menjelaskan hal ini berdasar pengetahuan yg saya miliki. Semoga bermanfaat.
Sebelumnya, saya hendak jelaskan dahulu, bahwa artikel ini akan membahas apakah bersentuhan dengan lawan jenis bukan mahram akan MEMBATALKAN WUDHU atau tidak. Jadi, bukan sembarang bersentuhan, karena yg jelas Islam melarang keras laki-laki dan perempuan yg bukan mahramnya untuk bersentuhan.
Sejak kecil, saya mendapatkan doktrin, dari guru2 (SD, SMP, SMA) bahwa bersentuhan kulit dengan lawan jenis yg bukan mahram AKAN MEMBATALKAN WUDHU. Bapak sendiri menjelaskan, bahwa doktrin itu terkait berdasar hukum yg ditetapkan oleh Imam Syafi’i. Beliau juga menjelaskan bahwa hukum tersebut tidak serta merta diterapkan dengan kaku, karena untuk beberapa kasus, hukum tersebut ‘mesti’ bersifat fleksibel.
Bapak menjelaskan, hukum bersentuhan ini bisa menjadi fleksibel untuk para jama’ah haji. Seringkali terjadi, usai wudhu, akan terjadi persentuhan (kulit) antar lawan jenis yg bukan mahramnya. Bisa dibayangkan jika kita ‘kaku’ dalam menerapkan hukum Syafi’i, kita akan berulangkali berwudhu. Selain melelahkan, hal ini juga malah akan membuat kita tertinggal sholat hanya karena kita terlalu kaku.
Nah, sebenarnya, bagaimana sih sebenarnya hukum bersentuhan kulit dg lawan jenis itu, apakah membatalkan wudhu atau tidak?
A. Yang mendukung bahwa bersentuhan kulit akan membatalkan wudhuBeberapa dalil yg diajukan oleh para pendukung hal ini antara lain:Hadits Rasululloh SAW, yakni:1) “Dari Ma’qil bin Yasar dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”(HR. Thabrani dan Baihaqi)
2) Dari asy-Sya’bi bahwa Nabi saw. ketika membai’at kaum wanita beliau membawa kain selimut bergaris dari Qatar lalu beliau meletakkannya di atas tangan beliau, seraya berkata, “Aku tidak berjabat dengan wanita.” (HR Abu Daud dalam al-Marasil)
3) Aisyah berkata, “Maka barangsiapa diantara wanita-wanita beriman itu yang menerima syarat tersebut, Rasulullah saw. berkata kepadanya, “Aku telah membai’atmu - dengan perkataan saja - dan demi Allah tangan beliau sama sekali tidak menyentuh tangan wanita dalam bai’at itu; beliau tidak membai’at mereka melainkan dengan mengucapkan, ‘Aku telah membai’atmu tentang hal itu.’
4) Dalil yang terkuat dalam pengharaman sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya adalah menutup pintu fitnah (saddudz-dzari’ah), dan alasan ini dapat diterima tanpa ragu-ragu lagi ketika syahwat tergerak, atau karena takut fitnah bila telah tampak tanda-tandanya. Semua pihak, terutama 4 imam besar, mendukung hal ini tanpa penolakan sedikitpun.
Pada umumnya, yg memegang pendapat ini adalah mazhab Syafei, mazhab Az-Zuhri, ‘Ata’ bin As-Sa’ib, Al-Auza’ie. Dalil dasar mereka adalah An Nisa(4):43,“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
B. Yang mendukung bahwa bersentuhan kulit tidak akan membatalkan wudhuSementara itu, para pendukung bahwa bersentuhan kulit tidak membatalkan wudhu, mengajukan dalil2 sebagai berikut:1) “Dari Ismail bin Abdurrahman dari neneknya, Ummu Athiyah, mengenai kisah bai’at, Ummu Athiyah berkata: Lalu Rasulullah saw. mengulurkan tangannya dari luar rumah dan kami mengulurkan tangan kami dari dalam rumah, kemudian beliau berucap, ‘Ya Allah, saksikanlah.’”(Ibnu Hibban, al-Bazzar, ath-Thabari, dan Ibnu Mardawaih
2) “Dari Anas bin Malik r.a., ia berkata: “Sesungguhnya seorang budak wanita diantara budak-budak penduduk Madinah memegang tangan Rasulullah saw., lalu membawanya pergi ke mana ia suka.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya pada “Kitab al-Adab”)
3) Dari Anas bahwa Nabi saw. masuk ke rumah Ummu Haram binti Milhan dan beliau diberi makan. Ummu Haram adalah stri Ubadah bin Shamit, dan Ummu Haram membersihkan kepala beliau (dari kutu) lalu Rasulullah SAW tertidur …” (HR Bukhari dalam Kitabul jihad Was-Sair bab Ad-du’au biljihadi Wasysyahadatu lirrijali wannisa’ no. 2580 dan Kitabul Isithsan no. 5810).
4) Dari Anas dari bibinya Ummu Haram binti Milhan, Ummu Haram berkata,”Rasulullah SAW tidur di dekat aku lalu bangun dan tersenyum …(HR Bukhari dalam Kitab Al-Jihadu Wassair bab Fadhlu Man Yusri’u Fi sabilillah… no. 2590).
Sementara pendapat ini didukung oleh mazhab Hanafi.
C. Bersentuhan kulit tidak membatalkan wudhu dengan syarat, yakni tanpa disertai dengan syahwat. Yang dimaksud tidak disertai dengan syahwat di sini adalah tidak melakukan hubungan badan (jima’).Dalil-dalil yang digunakan antara lain:1) Aisyah istri Nabi saw. berkata, “Saya tidur di depan Rasulullah dengan kedua kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila beliau sujud, beliau mendorongku. Lalu, aku menarik kedua kakiku. Apabia beliau berdiri, aku memanjangkan kembali kedua kakiku.” Aisyah menambahkan, “Pada waktu itu tidak ada lampu di rumah.” (HR Bukhari)
2) Dalil2 di poin B
Jika kita melihat dalil2 yg diajukan, tentu membuat kita akan menjadi bingung. Yg bilang batal wudhu, dalilnya jelas. Sementara yg bilang tidak batal wudhu, dalilnya juga shahih. Lantas, bagaimana sikap kita?
Saudara2ku, kita tidak perlu bingung. Pilihlah salah satu pendapat di atas. Insya ALLOH semua pendapat di atas sama2 benar, karena mereka mempunyai rujukan yg sama2 shahih. Adapun perbedaan penafsiran tidak perlu dipermasalahkan. Sekarang keyakinan (dari dalam hati) kita yg harus diperkuat, pendapat mana yg akan kita amalkan?
Bagi yg yakin dg pendapat A, silakan dianut pendapat tersebut. Hanya saja, jika anda naik haji, jangan bersikap kaku. Sementara bagi yg memilih pendapat B dan C, silakan diamalkan. Namun dengan catatan, tidak dengan serta merta seenaknya menyentuh/bersentuhan dengan wanita, terutama yg bukan mahramnya. Apalagi sampai memeluk, dengan alasan “Lho, saya kan menganut bersentuhan tidak batal…”
Saya sendiri menganut mazhab Syafi’i, tapi bersifat moderat. Dalam artian, jika bersentuhan dg istri, yaaa…saya tidak anggap batal, karena saya contoh dari Rasululloh SAW di atas.

http://tausyiah275.blogsome

0 komentar:

Kritik, Saran, Pesan & Pertanyaan


Free chat widget @ ShoutMix

Pilih Bahasa

Kajian Online

RohIs (Kerohanian Islam) SMK Negeri 1 Bawang Banjarnegara | Template by - Abdul Munir - 2008 - layout4all