Dalam Al-Quran, Nabi Muhammad SAW disebutkan sebagai Nabi terakhir. Al-Quran berfirman sebagai berikut:
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah ayah seorang laki-laki di antara kamu, melainkan ia adalah utusan Allah
dan penutup sekalian Nabi (khatamun nabiyyin). Dan Allah senantiasa mengetahui segala sesuatu”(QS 33:40).
Sebagai nabi terakhir, Rasullullah merupakan uswatun hasanah (contoh teladan yang baik bagi umatnya)
sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah”(QS 33:21).
Agar kita menjadi umat Islam yang baik, maka dalam menjalankan ibadah puasa pun kita harus meneladani
cara Rasulullah SAW berpuasa, yang pada garis besarnya dapat kita bagi dalam hal-hal berikut.
Perbuatan Yang Menyempurnakan Ibadah Puasa
Langkah-langkah yang dikerjakan Rasulullah dalam menyikapi ibadah puasa, antara lain:
1. Memantapkan Niat
Nabi SAW bersabda: "Barangsiapa yang tidak berniat akan berpuasa sebelum fajar, maka tiada sah puasanya".
Hadis di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah. Darukutni meriwayatkannya
dengan redaksi yang berbeda: "Tidak sah puasanya bagi orang yang tidak menetapkannya dari malam harinya".
2. Melaksanakan Makan Sahur
Dari Anas bin Malik r.a. ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah SAW.,'Sahurlah kalian, maka sesungguhnya
dalam sahur itu ada berkahnya'"(HR Bukhari, Muslim dari Anas bin Malik r.a.).
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang dimaksud dengan berkah (barakah) ialah ganjaran dan pahala. Dikatakan
sahur itu mengandung barakah, karena sahur menguatkan dan menambah semangat dalam berpuasa serta
dapat membantu meringankan beratnya.
Selanjutnya Ibnu Hajar menambahkan: "Yang jelas sahur itu merupakan suatu perbuatan yang mengikuti
sunnah, berbeda dengan perbuatan Ahli Kitab, memelihara terhadap ibadah, menambah semangat, menolak
pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh rasa lapar, atau merupakan kesempatan bersedekah kepada orang lain
dengan mengundangnya makan sahur bersama, dan juga dapat dilanjutkan dengan merzikir atau berdoa,
karena waktu sahur adalah waktu yang mustajab untuk berdoa".
Dan Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur'an tentang sifat-sifat orang yang bertakwa, firman-Nya: (yaitu)
orang-orang yang berdoa :"Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala
dosa kami, dan peliharalah kami dari siksa neraka. (Yaitu) orang-orang sabar, yang benar, yang tunduk (taat),
dan yang membelanjakan hartanya (di jalan Allah), serta beristighfar di waktu sahur" (QS 3:1-17).
3. Imsak Rasulullah
Telah bersabda Rasulullah SAW: "Apabila salah seorang di antara kalian mendengar azan subuh padahal
bejana masih berada di tangannya, maka janganlah ia meletakkan (bejana itu) sampai ia menyelesaikan
kebutuhannya itu "(Hr Abu Dawud, Ibnu Jarir, Abu Muhammad Al Jauhari, Al Hakim, Baihaqi dan Ahmad dari
Abu Hurairah).
Hadis di atas menegaskan bahwa bila seseorang yang sedang sahur mendengar azan subuh, maka ia
dibolehkan meneruskan sahurnya. Hal ini tentunya ditujukan untuk orang yang tidak sengaja menunggu atau
mengetahui bahwa azan subuh segera akan tiba. Ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Husain bin
waqid, dari Abu Ghalib, dan dari Abu Umamah. Ia berkata: Telah diqamati shalat, padahal bejana masih
berada di tangan Umar, maka Umar berkata:"Bolehkah aku minum wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab,
"Tentu". Kemudian Umar pun meminumnya (HR Ibnu Jarir).
Dan juga telah diriwayatkan dari Ibnu Luhai'ah, dari Abu Zubair, ia berkata : "Aku pernah bertanya kepada
Jabir tentang seseorang yang bermaksud untuk puasa, sementara bejana di tangannya siap untuk diminum,
kemuadian ia mendengar azan? Jabir menjawab:'Sesungguhnay kami akan menceritakan bahwasanya Nabi
SAW telah bersabda:"Hendaklah ia minum darinya"(HR Ahmad).
Ishaq juga telah meriwayatkan dari Abdillah bin Ma'qil, dari Bilal, ia berkata: "Aku datang menemui Nabi SAW,
untuk memebritahukan shalat fajar kepada beliau, dan beliau bermaksud untuk berpuasa, maka beliau
meminjam bejana, lalu beliau minum, kemudian beliau memberikannya padaku maka aku pun minum pula.
Lalu kami keluar bersama-sama untuk shalat (HR Ibn Jarir)"
Dan dalam hadis yang lain, yang diriwayatkan oleh Qais bin Rabi', dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A'ma, dari
Tamim bin 'Iyadh, dari Ibnu' Umar, ia berkata:
" Adalah Alqamah bin Alatsah berada di samping Rasulullah SAW. Kemudian datanglah Bilal untuk memberitahu
waktu shalat kepada Nabi, maka Rasulullah SAW pun bersabda:'Perlahan-lahan hai Bilal! Aqamah sedang
sahur"(HR Tabhrani)
4. Mempercepat Berbuka Apabila Telah Tiba Waktunya
Sahl bin Sa'ad berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,"Manusia tidak henti-hentinya mendapat
kebaikan selama mereka memeprcepat berbuka puasa"(HR Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah r.a. berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Telah berfirman Allah Yang Mahamulia dan Maha
Agung:"Hamba-hamba Ku yang lebih aku cintai ialah mereka yang paling segera berbukanya"(HR Tirmidzi dari
Abu Hurairah).
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya kami - golongan para Nabi - diperintahkan untuk
menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, dan supaya kami meletakkan tangan kanan kami di atas
tangan kiri kami di dalam shalat" (HR Ibnu Hibban dan Dhiya').
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dilukiskan sebab dan rahasia menyegerakan puasa: "Agama
akan senantiasa tampak syi'arnya dengan nyata selama orang Islam berbuka puasa dengan segera (tepat pada
waktunya), sebab orang-orang Yahudi dan Nasrani melambatkannya " (HR Abu Daud yang bersumber dari Abu
Hurairah).
Pada waktu berbuka puasa dianjurkan untuk membaca doa sebagai berikut:
"Telah hilang dahaga, dan telah basah (segar) urat, dan telah tetap ganjaran. Insya Allah" ( HR Abu Daud,
nasa'i, dan Hakim dari Ibnu Umar r.a.).
Dalam hadis lain disebutkan bahwa apabila Rasulullah berbuka, beliau berdoa:
"Ya Allah, bagi-Mulah puasa kami, dan atas rezeki-Mu lah kami berbuka, maka terimalah dari kami.
Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Hr Ibnu Sunni dan Thabrani).
Berbuka yang lebih baik ialah berbuka dengan buah-buahan manis seperti kurma, pisang, mangga, rambutan,
dan sebagainya. Dalam sebuah hadis disebutkan.
Dari Sulaiman bin Amir Ad-Dhabbi r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda ,"Apabila seseorang di antara kamu
berbuka puasa, berbukalah dengan kurma. Apabila tidak ada, berbukalah dengan air, karena air itu suci" (HR
Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
5. Memperbanyak Membaca Al Qur'an
Rasulullah SAW bersabda : "Orang-orang yang berkumpul di masjid dan membaca Al Qur'an, maka kepada
mereka Allah akan menurunkan ketenangan batin dan limpahan rahmat' (HR Muslim).
Sebagian orang mengartikan tadarus dengan membaca Al Qur'an secara patungan (secara bergiliran).
Kendatipun ada manfaatnya seperti yang disebutkan dalam hadis: "Barangsiapa membaca satu huruf Al Qur'an,
maka pahala untuknya sepuluh kali lipat kebaikan "(HR Tirmidzi).
Namun, membaca dalam konteks hadis di atas, tidak perlu diartikan secara harfiah. Ketenangan batin dan
limpahan rahmat akan mungkin lebih bisa dicapai bila tadarusan diartikan dengan mempelajari, menelaah, dan
menikmati Al Qur'an. Sudah saatnya kita tidak lagi mengandalkan "pengaruh psikologi magnetis" dalam
membaca Al Qur'an (tanpa mengetahui maknanya). Karena bagi kita sudah saatnya untuk mendapatkan arti
limpahan rahmat tersebut dari telaah kandungan isi Al Qur'an.
Sekalipun demikian, memang benar untuk lapisan masyarakat tertentu, suasana yang dipantulkan oleh malam
Ramadhan dengan tarawih dan tadarusannya amat dirasakan sekali manfaatnya dalam menciptakan
ketenangan batin.
6. Memperbanyak Sedekah
Sedekah yang paling utama adalah sedekah pada bulan Ramadhan (Hr Tirmidzi)
Bersedekah bukan hanya memberi uang , tetapi termasuk di dalamnya memberi pertolongan , mengajak
berbuka puasa kepad fakir miskin, memberi perhatian, bahkan memberi seulas senyum pun sudah termasuk
suatu sedekah.
Dapat dibayangkan jika konsep "memberi" (secara luas) ini diterapkan secara maksimal, selama Ramadhan,
akan luar biasa pengaruhnya pada pribadi kita. Sikap kikir menyingkir, sikap ketergantungan menghilang.
Dengan memberi sedekah setahap demi setahap harga diri akan meningkat. Karena, sesungguhnya ketika kita
memberi, seseorang akan memperoleh. Dengan demikian, dalam konsep memberi terkandung esensi cintakasih.
7. Membayar Zakat Fitrah
Zakat fitrah (zakatul fitri) disebut juga Shadaqarul Fitri, yaitu zakat atau sedekah yang dihubungkan dengan
Idul Fitri. Pada saat itu, tiap-tiap orang Islam harus membayar zakat berupa bahan makanan yang jumlahnya
telah ditentukan (2,5 kg), baik berupa gandum, juwawut, beras, atau apa saja yang menjadi bahan makanan
pokok daerah setempat, dan dihitung menurut jumlah keluarga, termasuk orang tua, anak-anak, lelaki dan
perempuan (HR Bukhari). Jumlah ini harus dikumpulkan oleh masyarakat Islam , lalu dibagikan kepada orangorang
yang berhak menerimanya.
Aturan pembagian zakat fitrah itu sebagai berikut. Zakat itu harus diberikan kepada yang berhak sebelum
shalat Ied, dan ini merupakan kewajiban bagi orang yang mampu. Sebagaimana diuraikan dalam hadis, zakat
fitrah harus diorganisasikan seperti zakat mal, sebagai berikut: " Mereka memberikan sedekah (fitrah) untuk
dikumpulkan, dan tidak untuk dibagi-bagikan kepada para pengemis"(HR Bukhari).
Menurut hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW memberi tugas kepadanya
untuk mengumpulkan zakat bulan Ramadhan (Hr Bukhari).
Adab Puasa: Memelihara Lidah dari Semua Kekejian dan Kejahatan
Orang yang puasa wajib meninggalkan akhlak yang buruk. Segala tingkah lakunya haruslah merupakan
cerminan dari budi yang luhur. Ia wajib menjaga diri, jangan sampai melakukan ghibah (mempergunjingkan
diri orang lain, gosip), atau melakukan hal-hal yang tiada berguna, sehingga Allah berkenan menerima
puasanya.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.:
Apabila seorang dari kamu sekalian berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan berteriak. Bila dicela orang
lain atau dimusuhi, maka katakanlah:" Aku ini sungguh sedang puasa ". Demi Allah yang menggenggam jiwa
Muhammad, sesungguhnya bau mulut orang yang sedang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada bau
minyak kesturi. Dan bagi orang yang berpuasa itu ada dua kegembiraan; Ketika berbuka, ia
bersuka cita dengan datangnya saat berbuka, dan ketika bertemu dengan Tuhannya ia brsuka cita dengan
pahala puasanya.
Dalam hadis lain disebutkan: Rasulullah SAW bersabda:" Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan
dusta, dan perbuatan dusta dan bodoh, maka Allah tidak membutuhkan lapar dan dahaga mereka" (HR Bukhari
dan Abu Dawud).
Mengenai hadis yang terakhir, Al'Allamah Asy-Syaukani berkata:"Menurut Ibnu Bathal, maksud hadis di atas
bukan berarti orang itu disuruh meninggalkan puasa, tetapi merupakan peringatan agar jangan berkata bohong
atau melakukan perbuatan yang memuat dusta. Sedangkan menurut Ibnu Arabi, maksud hadis ini ialah bahwa
puasa seperti itu tidak berpahala. Dan berdasarkan hadis ini, Ibnu 'arabi mengatakan pula bahwa perbuatanperbuatan
buruk tersebut di atas dapat mengurangi pahala puasa.
Kasus-kasus Khusus yang Terjadi pada Masa Rasulullah
1. Orang yang berpuasa pada-pagi dalam keadaan junub
Dari Aisyah dan Ummu Salamah:"Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menjumpai waktu fajar dalam keadaan
junub -setelah bersebadan dengan istrinya dan belum menjadiwajib - kemudian beliau mandi dan berpuasa"
(HR Bukhari dan Muslim)
Dari Aisyah r.a. adalah Nabi SAW menjumpai waktu fajar dalam bulan Ramadhan dalam keadaan junub, bukan
karena mimpi, lalu beliau mandi dan berpuasa (Hr Bukhari)
Dari Aisyah r.a. ia berkata:"Aku menyaksikan Rasulullah SAW, bahwasanya beliau pagi-pagi mandi berada
dalam keadaan junub karena berjima', bukan karena mimpi, kemudian beliau berpuasa pada hari itu"(HR
Bukhari)
Dari hadis-hadis di atas dapat disimpulkan, bahwa orang yang berada dalam kedaan junub, kemudian makan
sahur untuk puasa, maka orang yang junub itu sah puasanya. Meskipun ia harus tetap mandi wajib untuk
melaksanakan shalat subuh.
2. Mencium Istri
Orang yang berpuasa boleh mencium istrinya. Dari Aisyah r.a. ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah SAW
pernah mencium sebagian istri-istrinya, padahal beliau sedang berpuasa". Lalu Aisyah tertawa setelah
menceritakan hadis ini (HR Bukhari).
Dari Ummu Salamah r.a. bahwa Nabi SAW pernah mencium(nya) dalam kedaan berpuasa (HR Bukhari dan
Muslim).
Dan dari Aisyah r.a. ia berkata : Rasulullah SAW pernah mencium (aku) dan mencumbu (mubasyarah) dalam
keadaan berpuasa. Hanya beliau adalah orang yang paling mampu mengendalikan hajatnya (HR Jamaah selain
An-Nasa'i).
Dari hadis di atas, kita mengetahui bahwa orang yang berpuasa boleh saja menyentuh dan mencium istrinya,
apabila ia dapat menahan syahwatnya. Tetapi kalau dia khawatir dirinya kemudian melakukan persetubuhan
atau mengeluarkan mani dengan hanya menyentuh, maka hal itu tidak boleh dilakuan.
Menurut Sa'id bin Al-Musayib, orang yang berpuasa tidak boleh mencium dan menyentuh , baik ia merasa
khawatir maupun tidak. Karena, menurut riwayat dari Ibnu Abbas, bahwasanya ada seorang pemuda menemui
Ibnu Abbas, lalu bertanya kepadanya, "Bolehkah saya mencium selagi berpuasa?" Jawab Ibnu Abbas, "Tidak".
Kemudian, datang pula kepada Ibnu Abbas seorang tua lalu berkata:"Bolehkan saya mencium selagi
berpuasa?" Jawab Ibnu Abbas:"Ya". Maka pemuda tadi kembali lagi kepada Ibnu Abbas, lalau berkata
kepadanya:"Kenapa tuan halalkan untuknya apa yang tuan haramkan atas diriku, padahal kita satu agama?"
Jawab Ibnu Abbas:"Karena dia sudah tua, dan bisa menguasai hajatnya, sedang kamu masih muda, kamu tak
mampu menguasai hajatmu", yakni anggotamu dan auratmu (Raudhatul Ulama').
3. Mubasyarah Orang yang Berpuasa
Dari Aisyah, ia berkata:"Adalah Nabi SAW mencium padahal beliau puasa, dan bermubasyarah (bercumbu)
padahal beliau puasa, tetapi beliau adalah orang yang paling dapat menahan nafsunya dari antar kalian" (HR
Bukhari dan Muslim).
4. Orang yang Puasa kemudian Makan dan Minum karena Lupa
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda:"Apabila ia (orang yang berpuasa) lupa, kemudian ia
makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah-lah yang telah
memberi makan dan minum kepadanya" (HR Bukhari dan Muslim).
Dan dalam riwayat Hakim disebutkan, "Barangsiapa yang berbuka puasa pada bulan Ramadhan lantaran lupa,
maka tidak wajib qadha dan tidak wajib kifarat".
Hasan dan Mujahid berkata: Jika ia berjima' karena lupa, maka tidak ada sesuatu (sanksi) atasnya.
5. Orang yang Meninggal dan Punya Utang Puasa
Dari Aisyah r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda : "Barangsiapa yang meninggal dan punya hutang puasa,
hendaklah walinya berpuasa untuknya" (HR Bukhari dan Muslim).
6. Orang yang Bepergian (Safar)
Orang yang bepergian atau sedang dalam perjalanan (safar) dibolehkan untuk berbuka atau meneruskan
puasanya, dan tidak boleh memaksakan diri untuk berpuasa jika tidak mampu, berdasarkan hadis berikut ini:
Dari aisyah r.a. : Sesungguhnya Abu Hamzah bin Amr Al-Aslami berkata kepada Nabi SAW: Apakah aku boleh
berpuasa di dalam safar? - dan ia seorang yang banyak melakukan puasa. Maka beliau bersabda:"Jika engkau
ingin berpuasa, maka berpuasalah, dan jika engkau ingin berbuka, maka berbukalah" (HR Bukhari).
Dari Ibnu Abbas r.a. : Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar menuju ke Makkah di dalam bulan Ramadhan dan
beliau berpuasa, sehingga - ketika - beliau sampai di Kadid, beliau berbuka, maka para manusia pun - ikut
berbuka"(Hr Bukhari).
Dari Jabir bib Abdullah, ia berkata:Pernah Rasulullah SAW bersafar, maka beliau melihat kerumunan dan
seorang laki-laki sungguh-sungguh dinaungi atasnya, maka beliau bertanya, "Apa ini?" Mereka menjawab,
"Orang yang puasa". Maka beliau bersabda, "Bukanlah suatu kebaikan berpuasa dalam safar" (HR Bukhari).
Rasulullah memperingatkan bagi orang-orang yang berpuasa dalam perjalanan, bahwa mereka tidak boleh
saling mencela dengan orang yang berbuka puasa.
Dari Anas bin Malik, ia berkata: "Kami pernah bersafar bersama Nabi SAW maka orang yang berpuasa tidak
mencela orang yang berbuka, dan sebaliknya orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa" (HR
Bukhari).
Hal-hal Yang Membatalkan Puasa
Berdasarkan sunnah Rasululah, hal-hal yang membatalkan puasa pada dasarnya dibagi dalam dua kategori:
a. yang menyebabkan wajib qadha, dan
b. yang mewajibkan qadha dan kifarat.
a. Yang Hanya Menyebabkan Wajib Qadha
1. Makan dan minum dengan sengaja
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa lupa ketika berpuasa, lalu makan
atau minum, maka hendaknya puasanya itu dia teruskan sampai selesai. Karena Allah sesungguhnya telah
memberinya makan dan minum". Dan menurut lafadz lain:"Hal itu tak lain adalah rezeki yang Allah
anugerahkan kepadanya, tanpa berkewajiban meng-qadha puasanya". Dan ada pula lafaz lain:" Barangsiapa
berbuka puasa karena lupa, maka dia tidak wajib qadha, maupun kifarat" (HR Jama'ah kecuali An-Nasa'i).
At-Tirmidzi berkata, "Menurut kebanyakan para ulama, hadis ini patut diamalkan". Dan Demikian pula kata Asy-
Syafi'i, Sufyan Ats-tsauri, Ahmad dan Ishaq.
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku kekeliruan, lupa
dan hal-hal yang mereka terpaksa melakukannya".
Jadi, orang yang memakan makanan karena lupa atau tidak sengaja, maka ia tidak wajib meng-qadha
puasanya dan juga tidak wajib membayar kifarat. Tetapi kalau dia sengaja makan atau minum, maka dia wajib
meng-qadha puasanya.
2. Haid dan Nifas
Hadi dan Nifas tetap membatalkan puasa dan mewajibkan qadha, sekalipun terjadi beberapa saat saja
menjelang terbenamnya matahari.
Dari Abu sa'id r.a. ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: "Bukankah apabila ia (perempuan) sedang haid
maka ia tidak shalat dan tidak berpuasa? Maka demikian itu kurangnya din (agama) mereka" (Hr Bukhari).
Dari mu'adzah, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Aisyah: "Mengapa perempuan haid mengqadha
puasanya, tetapi tidak mengqadha shalat?" Ia menjawab: "Kami mengalami hal yang demikian bersama
Rasulullah. Lalu kami diperintahkan mengqadha puasa, tetapi kami tidak diperintahkan mengqadha shalat" (HR
Bukhari).
3. memakan selain makanan biasa
Kalau kita dengan sengaja menelan batu kecil, potongan kulit, adonan terigu, atau garam cukup banyak, maka
perbuatan tersebut membatalkan puasa dan mewajibkan qadha.
4. Muntah dengan Sengaja
Muntah dengan sengaja membatalkan puasa. Tetapi kalau tidak sengaja muntah, maka tidak membatalkan
puasa, sehingga tidak berkewajiban qadha maupun kifarat.
Menurut sebuah hadis: Barangsiapa terpaksa muntah, maka tidak wajib meng-qadha (puasanya), dan
barangsiapa muntah dengan sengaja, maka ber-qadha-lah.
Dari Abu Hurairah r.a. , ia berkata; Rasulullah SAW bersabda:"Barangsiapa yang terpaksa muntah maka tidak
wajib qadha baginya, tetapi barangsiapa yang sengaja muntah, maka ia wajib qadha" (Hr Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasa'i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Syaikh Sayyid Sabiq menukil kata-kata l-Khithabi, katanya:"Saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat
diantara para ulama, bahwa orang yang terpaksa muntah itu tidak wajib meng-qadha puasanya, dan bahwa
orang yang sengaja muntah itu wajib mengqadha puasanya."
5. Sengaja Mengeluarkan Mani
Baik dikarenakan mencium atau berpelukan atau lainnya. Semua itu membatalkan puasa, apabila sampai
mengeluarka mani. Adapun kalau keluarnya mani itu hanya dikarenakan membayangkan atau memandang
wajah seseorang, maka tidak membatalkan puasa dan tidak berkewajiban apa-apa. Dan demikian pula hanya
bila yang keluar itu madzi, bukan mani.
b. Yang Mewajibkan Qadha dan Kifarat
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi SAW lalu berkata:"Celaka saya ya Rasul
Allah", "Kenapa kamu celaka?" tanya Rasul. Laki-laki itu menjawab:"Saya telah bersetubuh dengan istriku pada
siang hari Ramadhan". Rasul bertanya :"Sanggupkan kamu memerdekakan seorang budak?" "Tidak", jawab
laki-laki itu. "Kuatkah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?" tanya Rasul pula. "Tidak", jawabnya.
"Sanggupkah kamu memberi makan kepada enampuluh orang miskin?" tanya Rasul. Dan laki-laki itupun tetap
menjawab,"tidak". Kemudian iapun duduk, dab Rasulullah memberinya sekeranjang kurma serta
bersabda:"Bersedakahlah dengan ini", ia berkata:"Apakah saya harus menyedekahkan kepada orang yang
paling fakir diantara kami? Karena tidak ada keluarga di antara dua batu hitam di Madinah yang paling
membutuhkannya selain keluarga kami". Maka Nabi SAW tertawa, sehingga kelihatan gigi gerahamnya,
kemudian beliau bersabda: "Pergilah dan berilah makan keluargamu dengannya." (Dikeluarkan oleh Imam yang
Tujuh, dan lafaz ini ada di dalam riwayat Muslim).
Dalam hadis di atas diuraikan , bahwa orang yang sengaja membatalkan puasa Ramadhan, maka orang itu
harus menjalankan puasa kifarat dua bulan terus-menerus. Ini berkenaan dengan orang yang mengadakan
hubungan seks dengan istrinya selagi mereka menjalankan puasa, dan Rasulullah memerintahkan agar orang
itu memerdekakan budak belian sebagai kifaratnya. Orang itu kemudian menerangkan, bahwa ia terlalu miskin
untuk melaksanakan perintah itu, lalu ia disuruh supaya menjalankan puasa kifarat dua bulan terus-menerus,
namun ia menjawab tidak dapat. Lalu orang itu disuruh agar memberi makan kepada enam puluh orang miskin,
namun ia menjawab lagi, tidak dapat. Akhirnya Rasulullah menunggu, sampai tiba-tiba datang
orang yang membawa sedekah sekarung kurma, lalu Rasul memberikannya kepada orang yang membatalkan
puasanya itu sambil bersabda agar kurma itu disedekahkan kepada orang miskin. Orang itu menerangkan
bahwa di Madinah tidak ada yang lebihmsikin selain dia. Atas jawaban itu rasulullag SAW tertawa tergelak, dan
memperkenankan kepadanya agar membawa pulang sekarung kurma itu untuk dimakan oleh keluarganya.
Mengganti Puasa dengan Fidyah
Fidyah artinya penebus (kesalahan). Yang dimaksud ialah suatu kewajiban memberi makan seorang miskin
untuk orang-orang yang tidak dapat menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan. Firman Allah: "Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayah fidyah (yaitu)
memberi makan seorang miskin " (QS-2-184).
Ibnu Abbas berkata, bahwa hukum fidyah tersebut berlaku bagi laki-laki dan perempuan yang sudah sangat tua,
yang keduanya tidak kuat untuk puasa, sehingga sebagai gantinya keduanya wajib memberi makan: tiap-tiap
satu hari satu orang miskin (Tafsir Ibnu Katsir).
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas berkata: "Telah diberi kelonggaran (rukhshah) bagi orang yang sangat tua
apabila ia berbuka, memberi makan (fidyah), dan tidak ada kewajiban meng-qadha atasnya" (HR Daruquthni
dan Al-Hakim).
Berdasarkan hadis, kelompok orang-orang yang tidak wajib puasa itu adalah orang tua yang tidak kuat puasa,
wanita yang sedang mengandung, dan wanita yang sedang menyusui anaknya.
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:"Sesungguhnya Allah Yang Mahakuasa dan Mahamulia telah
menggugurkan kewajiban puasa dari musafir, dan juga menggugurkan separuh dari shalatnya. (Allah
menggugurkan juga kewajiban) puasa dari perempuan yang hamil dan perempuan yang menyusui" (HR
Tirmidzi).
Sesunguhnya Ibnu Abbas berkata:"...dan perempuan yang hamil dan menyusui, apabila takut (kebinasaan)
boleh keduanya berbuka dan memberi makan (fidyah)" (HR Abu Dawud).
Juga termasuk kepada orang-orang yang harus membayar fidyah bagi yang tidak sanggup menjalankan ibadah
puasanya itu adalah orang-orang yang bekerja keras untuk penghidupannya (misalnya menarik becak, kuli
angkut pelabuhan dan pekerjaan-pekerjaan berat yang menuntut kekuatan fisik lainnya), orang yang jika
berpuasa akan sakit, dan orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh. Orang yang membayar fidyah ini
tentu saja tidak wajib lagi melakukan qadha puasa.
sumber: http://godekadi.multiply.com
Profil Rohis

- Rohis Smk N 1 Bawang Banjarnegara
- Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia
- Apabila ada hadits shahih, maka itulah madzhabku.? (Al Imam Asy-Syafi'i, Al Majmu? An-Nawawy 1/63)(Beliau Ahli Hadits}
Pengikut
Waktu Shalat
Tata Cara Puasa Rasullullah
Label: Ramadhan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar